Desa wisata Balong di Kecamatan Jepon

Masih belum bisa dijadikan mata pencaharian

Pengembangan desa wisata di Desa Balong, Kecamatan Jepon masih belum bisa digenjot. Pasalnya, bagi pelaku wisata di desa tersebut, pekerjaan yang justru menjanjikan berasal dari sektor produksi genteng dan batu bata. Bagaimana tantangan ini dihadapi kelompok sadar wisata (pokdarwis) di desa tersebut, berikut wawancara dengan Susanto dari Pokdarwis Desa Balong.

TIDAK pernah terbayangkan dalam benak Susanto jika kelak di tahun-tahun mendatang keramaian bakal mewarnai desanya. Ia dan 19 orang lainnya awalnya sekedar mengikuti pelatihan membuat keramik yang diselenggarakan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta atas sponsor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Blora.

"Usai pelatihan bingung mau berkarya apa," kata Susanto saat dijumpai pada Kamis, 3 November 2022 di Griya Keramik Blora Desa Balong.

Membuat keramik jelas tidak bisa menyaingi kerajinan genteng dan batu bata dalam menggerakkan roda desa setempat. Sementara hendak berkerajinan, tak ada tempat produksi. Alat-alat bantuan dari pemerintah, seperti meja putar dan mesin pembakaran berpindah tempat dari rumah satu ke satunya. Dalam ingatannya, Susanto menghitung sudah 4 kali alat-alat produksi tersebut berpindah tempat.

"Orang-orang rumah ada yang tidak setuju saat alat tersebut ditaruh di rumah mereka. Jadinya ya bagaimana mau berkarya," kata Susanto.

Berkah datang dari salah salah satu perusahaan minyak yang beroperasi tak jauh dari wilayah Kabupaten Blora. CSR, atau coorporate social responsibility yang diterjemahkan dengan tanggung jawab sosial perusahaan minyak tersebut dijatuhkan ke desa ini.

"Lalu kami dibuatkan rumah, griya keramik ini," ujarnya.

Dari sinilah muncul pengembangan untuk coba menghidupan kehidupan wisata di desa ini. Digagaslah wisata edukasi pembuatan gerabah. Namun seiring jalan, seleksi alam disebut Susanto mewarnai perjalanan menghidupkan wisata di desa tersebut. Usai pokdarwis terbentuk dengan puluhan orang dilibatkan, tinggal 8 orang yang masih aktif mencoba menghidupkan wisata edukasi ini.

"Hambatan jelas ada, baik dari internal maupun eksternal. Dari internal, wisata ini belum bisa dijadikan pekerjaan utama, masih dijadikan pekerjaan sampingan. Di Balong sudah ada produksi genteng sama bata. Masih memilih untuk (kerja) di (produksi) genteng dan bata dengan perputaran uang yang besar," jelas Susanto.

Kendati demikian, kelompok sadar wisata ini pernah menggagas pasar tiban di sepanjang jalan. Kios dan lapak pun sudah disiapkan.

"Belum sempat jalan sudah dilanda pandemi. Jadinya buyar," sebutnya.

Meski tidak berkembang dengan pesat, bagi kelompok sadar wisata Desa Balong ini masih punya satu potensi yang bisa menambah pemasukan bagi pegiatnya, yakni Griya Keramik Blora.

"Kalaupun ada pemikiran inovatif, yang kita kembangkan produk gerabahnya sebagai ekonomi produksinya," tutup Susanto.

***